Jakarta, POL | Seorang tukang las di Mojokerto, Muh Aris (20), dijatuhi hukuman kebiri kimia karena memperkosa 9 anak. YLBHI tak setuju dengan hukuman itu karena dianggap tidak menimbulkan efek jera.
“Kalau soal kebiri menurut kami tidak menjawab persoalan. Pertama soal hukuman yang kejam belum tentu, bahkan dalam sejarah menunjukkan hukuman yang kejam tidak serta merta membuat orang menjadi jera,” kata Ketua YLBHI Asfinawati di LBH Jakarta, Jl Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (25/8/2019)
Asfinawati khawatir kebiri kimia hanya berdampak sementara. Dia menyebut tidak ada jaminan predator seks itu berhenti beraksi.
“Tidak ada ini medis bahwa itu akan membuat (efek jera). Karena kan sebenarnya yang disebut kebiri disuntik zat tertentu kimia, bukan betul-betul dikebiri. Artinya bagaimana kalau (efek) suntikan itu sudah hilang akibatnya tidak ada jaminan soal itu,” ujarnya.
Selain itu, dia khawatir si pelaku akan dendam kepada korban. Ia meminta pemerintah mempertimbangkan lagi hukuman tersebut.
“Sebenarnya korban juga khawatir beberapa korban mengatakan jangan jangan nanti pelaku justru dendam kepada dia karena dia dikebiri atas laporan pengaduannya. Jadi ini yang harus dipertimbangkan oleh negara,” ungkapnya.
Menurut Afinawati, predator seks semestinya diberi hukuman lebih dari 12 tahun penjara dan menjalani proses pembinaan. Selain itu, dia meminta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan.
“Karena itu sebenarnya yang harusnya disahkan negara itu UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang ada pencegahannya, menambah jenis-jenis tindak kekerasan seksual. Kalau sekarang kan hanya perkosaan atau pencabulan, ragam-ragamnya tidak bisa. Terus hukumannya juga sangat ringan. Harusnya orang-orang seperti ini bisa menjalani hukuman penjara yang lebih lama,” kata Asfinawati.
Sebelumnya diberitakan, seorang tukang las di Mojokerto, Muh Aris (20), dijatuhi hukuman kebiri kimia. Ia juga harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta karena memperkosa 9 anak.
Ia diringkus polisi pada 26 Oktober 2018. Itu setelah aksi terakhirnya sebagai predator anak terekam kamera CCTV di salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis (25/10/2018) sekitar pukul 16.30 WIB.
Putusan hakim juga dikuatkan ditingkat banding Pengadilan Tinggi Surabaya, kini perkara tersebut sudah inkrah. Kejari Kabupaten Mojokerto kini sedang menyiapkan eksekusi kebiri terhadap pelaku.
“Kami masih mencari rumah sakit yang bisa melaksanakan hukuman kebiri kimia. Karena RSUD Soekandar dan RA Basuni di Mojokerto belum pernah melakukan itu,” kata Wisnu. (POL/DC)